Advertisement
Lampung - Anggota DPRD Lampung dari Fraksi PDIP Watoni Noerdin menceritakan cikal bakal pembangunan Kota Baru hingga mangkrak seperti sekarang ini.
Dia memaparkan, perencanaan hingga pembangunan Kota Baru terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Lampung Sjachroedin ZP.
Adapun dorongan kuat terbentuknya Kota Baru kala itu lantaran Sjachroedin memiliki beberapa tujuan.
Di antaranya, untuk mengurai kemacetan dan menghidupkan pembangunan di tiga wilayah, yakni Lampung Selatan, Lampung Timur, dan Metro.
"Pada saat itu Gubernur Lampung Pak Sjachroedin ZP melihat terjadinya kemacetan di pusat kota menuju kantor pemerintahan," beber Watoni, Rabu (17/7/2024).
“Bahkan, kala itu diperkirakan ada 6.000 lebih kendaraan yang melintas. Ditambah lagi, adanya lalu lintas (kereta) babaranjang sehingga terjadi kemacetan yang signifikan. Itulah cikal bakal terbentuknya gagasan pembangunan Kota Baru,” lanjutnya.
"Selain itu, nama Kota Baru muncul karena tujuan pembangunan kantor pemerintahan itu untuk menghidupkan tiga daerah, yakni Lampung Selatan, jalur Lampung Timur, dan jalur ke Kota Metro," jelas dia lagi.
“Jadi nama Kota Baru muncul dengan harapan ada (kantor) pemerintahan baru. Ide itu kemudian dibawa dalam rapat paripurna bersama DPRD. Atas kajian dan dilihat dari segi kebermanfaatannya, maka disetujui anggota DPRD Lampung dan dibuatkan perdanya.”
Watoni mengatakan, sebelum pembangunan Kota Baru dilakukan, sudah ada pembahasan dan studi banding ke luar negeri.
"Pembangunan itu dilakukan setelah studi banding ke Jepang, Amerika, dan beberapa provinsi di Pulau Jawa. Hal ini guna memastikan manfaat setelah dibangunnya kantor pemerintahan yang baru," tutur Watoni.
Mengenai asal-muasal lahan Kota Baru, terus Watoni, kala itu sempat terjadi tukar guling lahan seluas 1.580 hektare dengan lahan di Tulangbawang Barat.
"Jadi untuk pembangunan Kota Baru sudah sah secara hukum karena pemerintah provinsi telah melakukan tukar guling wilayah Kota Baru dengan wilayah Tulangbawang Barat," ucapnya.
Watoni menyebutkan, mangkraknya Kota Baru terjadi saat peralihan kepemimpinan dari Sjachroedin ke M Ridho Ficardo pada tahun 2014.
"Pada saat pemerintahan dilanjutkan di era Ridho Ficardo, terjadi salah pemahaman, dimana kala itu muncul pemberitahuan atau instruksi dari pemerintah pusat bahwa tidak boleh ada pembangunan baru yang kurang efisien karena dapat merugikan negara. Namun jika pembangunan sudah dimulai dan berjalan, maka bisa diteruskan," kata dia.
"Nah, Kota Baru ini telah berjalan dan terbangun kantor pemerintah, rumah sakit, Lamban Adat, masjid, dan bangunan lainnya. bahkan, proses pembangunannya hampir bersamaan dengan Provinsi Banten. Dan, ternyata pembangunan di Banten terlaksana, sementara Kota Baru justru tersendat karena (Ridho) salah menerjemahkan instruksi pemerintah pusat," tutur Watoni.
Kendati demikian, lanjut Watoni, di era Gubernur Arinal Djunaidi, walaupun tidak ada kelanjutan pembangunan, ada upaya yang dilakukan untuk Kota Baru, seperti pembangunan infrastruktur dan penertiban lahan di sekitar Kota Baru.
Sebagai wakil rakyat, Watoni mengaku pihaknya terus melakukan upaya agar pembangunan Kota Baru dapat dilanjutkan.
"Kami anggota DPRD, khususnya dari Fraksi PDI Perjuangan, melihat kondisi padatnya kendaraan menuju (kantor) pemerintah provinsi, terus berupaya dan membahas agar pembangunan Kota Baru dapat dilanjutkan," ucapnya.
Lebih dari itu, dalam fit and proper test calon kepala daerah di PDIP, sebagai ketua tim penjaringan Watoni selalu menanyakan komitmen bakal calon gubernur untuk melanjutkan pembangunan Kota Baru.
"Kami berharap siapa pun yang akan jadi gubernur 2004-2009, amanah pembangunan Kota Baru dapat dilanjutkan dan dijalankan," kata Watoni lagi.
Sebagai anggota DPRD Lampung, Watoni juga mengimbau Pemprov Lampung dapat mengamankan lahan dan bangunan di Kota Baru.
"Kita mau pemerintah mengerahkan pengamanan dan penjagaan terhadap bangunan dan lahan pemerintah di Kota Baru agar tidak dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab," pungkasnya.