Advertisement
Bandar Lampung - Panitia Khusus (Pansus) Tataniaga Singkong DPRD Lampung terus berupaya mencari solusi untuk menjaga stabilitas harga singkong, termasuk menjadikannya sebagai tanaman ketahanan pangan.
Ketua Komisi II DPRD Lampung sekaligus anggota Pansus, Ahmad Basuki, menyatakan bahwa Pansus akan menyelidiki peran pihak ketiga, yakni pengepul, yang sering menjadi penyebab ketimpangan harga antara petani dan perusahaan.
Pengepul dan Timbangan Jadi Fokus Pembahasan
“Petani dan perusahaan kadang tidak bisa langsung terhubung karena ada pihak tengah, yakni pengepul. Peran mereka penting, tetapi harus diawasi, termasuk keakuratan timbangan. Timbangan ini perlu ditera secara berkala oleh dinas terkait,” ujar Ahmad Basuki, Rabu (22/1/2025).
Ia menyoroti potensi ketidakakuratan timbangan yang bisa merugikan petani. “Produksi singkong per hektare yang katanya 20–25 ton bisa saja berkurang karena timbangan yang tidak benar,” tambahnya.
Pansus juga akan mendalami persoalan refaksi atau kadar pengotor seperti air, tanah, dan bonggol yang dinilai tidak masuk akal. “Masa iya satu truk singkong 35 persen isinya tanah? Ini harus dikaji ulang agar adil bagi petani,” tegasnya.
Petani dan Perusahaan Sama-sama Dirugikan
Ahmad Basuki mengungkapkan bahwa saat ini baik petani maupun perusahaan merasa dirugikan. Petani mengeluhkan harga yang rendah, sementara perusahaan terbebani biaya produksi yang tinggi. “Yang diuntungkan justru pihak pengepul. Oleh karena itu, tata kelola ini perlu diperbaiki agar petani sejahtera dan perusahaan tetap untung,” jelasnya.
Pentingnya Pola Kemitraan
Menurut Ahmad Basuki, pola kemitraan antara petani dan perusahaan perlu dibangun kembali. “Di luar negeri, petani sudah tahu harga jual panennya sebelum menanam. Kita bisa menerapkan sistem kontrak farming agar petani tidak lagi seperti membeli kucing dalam karung,” katanya.
Ia juga menambahkan pentingnya peran koperasi petani dan asosiasi perusahaan untuk mendukung pembinaan dan transparansi dalam tata niaga singkong.
Pengaruh Impor dan Pasar Domestik
Ahmad Basuki menjelaskan, salah satu masalah yang dihadapi adalah menurunnya kadar aci singkong lokal, yang membuatnya kurang kompetitif dibandingkan dengan tapioka impor. “Kita perlu mendalami volume dan kuota impor tapioka yang memengaruhi pasar domestik. Sebagai daerah sentra singkong, Lampung harus memastikan keseimbangan antara kebutuhan nasional dan kesejahteraan petani,” ujarnya.
Langkah Pansus ke Depan
Pansus berencana menggali informasi lebih lanjut dari berbagai pihak, termasuk bea cukai dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). “Jika kita serius membela petani, impor harus dikurangi atau dibatasi. Tapi, kita juga harus memastikan kebutuhan nasional tetap terpenuhi,” jelasnya.
Ahmad Basuki menekankan bahwa pembentukan Pansus ini bertujuan untuk melindungi sektor pertanian singkong di Lampung yang menjadi sumber penghidupan banyak masyarakat. “Keseimbangan antara petani, perusahaan, dan pasar adalah kunci utama yang harus dicapai,” pungkasnya.